Jumat, 02 September 2016

NEGRIKU MENANGIS INDONESIA

Ini cerita tentang sebuah negri di pertengahan dunia, negri yang memiliki suatu hal yang membuatku tak bisa untuk melupakannya, hal yang kemana saja langkah ini kuhadapkan akan selalu mengikuti, ini cerita tentang perjuangan, perjuangan panjang yang tak bertepi meski lelah membersamainya. Kita mulai cerita ini dengan prasangka anggap saja ini adalah awal dari sebuah kebangkitan.
            Sebuah kota pinggir laut yang selalu memberikan sinar temaram dikala senja selalu menjadi tempat berkumpulnya para pejuang-pejuang muda, mereka menamakan dirinya generasi harapan, sebuah pengharapan dari gersangnya peradaban di negri indahku Indonesia. Entah apa dan mengapa rasanya kenapa negriku semakin hari, semakin waktu semakin larut dalam kepedihan, apa penyebabnya ada apa dengan para pemimpin di negri ini ada apa dengan para pejuang pejuang mudanya, apakah mereka tidak merasa atau malahan hanya tertipudaya, dengan segala bentuk pernak pernik kemegahan dunia yang semu dan dengannya mereka menjadi kian lesu.
            Aku disini adalah para penikmat luka yang semakin parah, saking pedihnya membuat aku tak sanggup untuk mengeluarkan air mata, apakah hal yang yang kulakukan ini salah, atau ini hanya berupa teka teki kehidupan yang sama, tanpa ada jawaban hanya memberikan kesan seolah negri ini bahagia, negri ini sejahtera, negri ini bersahaja. Bangunlah lihatlah negrimu, entah dimana dirimu yang dulu...
            Lagi berlanjutnya cerita tentang negriku yang sengsara, sengasara karena kaya akan segala hal yang dibutuhkan dunia, kami disini punya segalanya, kami disini jadi incaran para parasit-parsit dunia, kami disini sangat berbahagia, bahagia karena hanya bisa menjadi pelayan pelayan yang berkuasa. Aku tak ingin menyalahkan siapa dan mengapa yang aku pertanyakan kenapa kau hanya berdiam diri, cukup dengan prasangka-prasangkamu, cukup dengan segala keluh kesahmu, cukup dengan segala angan-anganmu. Ini nyata tampak didepan mata...
            Itulah mengapa aku sedikit tidak percaya dengan adanya para pejuang pejuang muda, yang selalu berbuat dan berkarya, aku sedikit tak percaya, dengan gerak pasti mereka mulai memberikan kilatan kilatan cahaya kebangkitan. Siapa mereka ini, apa yang membersamainya, kenapa mereka melakukannya, satu hal pasti yang mereka tonjolkan adalah mereka itu tidak ada.
            Walau upaya mereka berhasil membuat diri mereka seolah olah tidak ada, aku tau apa yang mereka perbuat membuat negriku sadar, kalau lah sekarang mereka memang tidak ada, lalu siapa dia yang semakin hari bekerja nyata, tidak ada kata menyerah, kalau lah sekarang mereka itu hanya angan-angan, lalu siapa dia yang melakukan pergerakan, perlawanan untuk menerjang para pembangkang-pembangkang amanah. Kalaulah seandainya para musuh-musuh kebenaran bersatu dalam bendera yang mereka namakan kemenangan, mereka salah... salah besar karena yang mereka lawan adalah sesuatu yang tidak ada.
            Itulah mengapa aku baru mengerti, pejuang kebenaran disini bersembunyi bukan karena takut akan kekalahan dari para pembangkang, tapi mereka tak ingin para musuh kebenaran menjadi angkuh, seolah mereka telah menang, tapi yang ingin mereka sampaikan adalah membuat musuh kebenaran seolah bingung karena harus menang, tapi bagaimana, menang dari lawan yang sebenarnya tidak ada, itu sama saja berperang dengan kesia-siaan.

Itulah cerita dari para pejuang pejuangku, mereka memang tidak ada ketika musuh kebenaran ingin mengabisinya.

Tapi mereka selalu ada membantai para pembangkang-pembangkang amanah, ketika musuh kebenaran terpesona dengan kekuasaaannya


Mereka para pejuangku, ada disetiap insan negriku Indonesia.     
MUHARRAM MARYAM

Muharam awal tahun, Pagi itu cuaca cukup cerah dengan hembusan angin yang tidak seberapa, uwais masih termenung di kursi kerjanya dikampus, dengan segenap tugas yang belum terselesaikan uwais sangat tertekan dengan jadwal perkuliahan yang sangat padat, matanya yang bengkak dengan garis hitam melingkar menandakan dia belum tidur sedikitpun semalaman karena ada sampel yang harus diambil dan waktunya hanya ada dimalam hari sehingga membuat uwais harus mengeluarkan tenaga ekstra, dengan segenap kejenuhan dan kebosanan uwais masih tak bergeming dari tempat duduknya semula.
Uwais berencana berontak dengan semuanya yang dihadapinya, dia tidak mau lagi berurusan dengan hal-hal yang membuatnya selalu tertekan, rasanya semua yang dilakukannya tidak akan membuat uwais akan berbahagia, tapi waktu berkata lain uwais masih duduk dengan wajah tertunduk lesu dan kehampaan yang dia rasakan, dia  merasa tidak ada gunanya lagi melanjutkan kuliah, uang habis, waktu dan kesehatan tersita dan tidak ada yang dia dapatkan selain kebosanan.
Jam dinding yang menemani uwais diruangannya terus berdetak kencang, semakin berpacu dengan lamunan uwais yang semakin menjadi-jadi, jam dinding menunjukan pukul 12.00 wib, uwais belum juga beranjak dari lamunannya, dan tanpa sadar uwais mendengar suara yang sangat lembut dan enak didengar oleh telinga, Uwais masih merasa dia didalam lamunannya tapi seketika lamunannya buyar didepannya ada dua orang mahasiswi menyapanya, “bang ma’af menganggu, kalau tidak salah nama abang uwais kan ?, boleh kami konsultasi bang, Profesor menyuruh kami konsultasi dengan abang menyangkut persiapan paper nasional besok bang ?”. Uwais masih terpana dengan waktu, sambil merapikan rambutnya yang berantakan ia hanya bisa tersenyum sambil berkata boleh.
            Peristiwa itu terjadi secara tidak sengaja, Uwais muda terdaftar sebagai salah seorang konsultan profesor untuk menyeleksi paper yang akan diterbitkan secara nasional, memang setiap tahunnya Universitas yang ditempati uwais selalu mengirimkan paper terbaik untuk diterbitkan secara nasional bersaing dengan Universitas lainnya.
            Pagi itu Uwais melihat pemberitahuan yang keluar dari mading elektronik kampus, informasi ini penting bagi uwais karena informasi ini berhubungan dengan anak bimbingan yang menjadi tanggung jawab uwais dalam mempersiapkan paper nasional, setelah memeperhatikan dengan seksama dan berulang-ulang hati Uwais merasa tak percaya bahwa nama itu yang tertulis disana, Maryam Azzahra nama itu serasa membuat jantung uwais berhenti berdetak sembari melihat kesekitar serasa masih tak percaya uwais pun melangkah menjauh dengan senyuman di hati, uwais tak sadar ada sesuatu yang mulai hangat dihatinya dia merasakan kembali satu hal yang selama ini tak pernah dirsakannya.
            Sore menjelang malam, lampu jalanan kota mulai berpijar dengan sedikit rintik hujan membasahi dedaunan pohon taman, uwais bergegas untuk pulang berjalan kaki dari kampus ke apartement terdekatnya, jalanan sedikit basah dengan sinar lampu jalanan yang memantul ke wajah uwais, Bunyi nada email dari smartphone uwais serasa membangunkan alam, senja itu Uwais membaca sebuah email yang belum pernah diterimanya sebelumnya, “Asslamualaikum bang uwais ini maryam, maryam mau konsultasi paper nasional bang, bang uwais ada waktu tidak untuk konsultasi, besok maryam mau bertemu profesor juga “? uwais lama terpana dengan email yang dibacanya, seiring memalingkan pandangannya ke langit senja itu, hanya bunyi gemericik sisa-sisa hujan yang tersisa, seakan tak percaya orang yang selama ini didambanya mengirimkan email kepadanya dan isinyapun untuk segera bertemu dengannya.
            Uwais tidak kuasa untuk membalasnya, hanya perasaan campur aduk dikepalanya, bertemu dengannya ? bahkan untuk menatapnya dari jauh saja uwais selama ini tidak sanggup, uwais berada pada dua sisi yang harus ditempuhnya, uwais memang harus bersikap profesional dengan karirnya sebagai konsultan profesor, tapi perasaan uwais yang terlanjur mekar membuatnya lupa akan hal yang sepatutnya tidak dilakukannya.  
Sedikit langkah demi langkah, uwais mulai mendekati apartementnya, bangunan kokoh delapan belas lantai ini menjadi saksi perjuangan uwais untuk melanjutkan kehidupan, banyak cerita yang telah uwais lalui bersama sibeton besar ini, memang walau dia hanya diam membisu tapi di hati uwais dia selalu berharga karena dengannya uwais selalu merasa selalu bahagia.
Uwais mulai menelusuri lorong pintu bangunan delapan belas lantai ini, ada dua tangga yang harus dilewati uwais, memang dipojok pintu ada sebuah lift tapi cepatnya waktu berlalu membuatnya tak kuasa untuk bekerja sepenjang waktu, mungkin hari ini sudah saatnya dia untuk menikmati masa tuanya dengan label pensiun.
Uwais masih memikirkan email yang diterimanya ditaman kota, belum ada niatan dari uwais untuk membalas email tersebut, entah apa yang menghalangi uwais untuk membalasnya tapi seketika saja tangan uwais menjadi kaku ketika harus memberikan jawaban dari pertanyaan yang sangat sederhana, permasalahannya bukan terletak pada pertanyaannya tapi pada seseorang dibalik itu, uwais hanya diam menatap jauh keluar jendela.
  “Kenapa harus dia, kenapa harus orang yang bahkan untuk melihatnya dari kejauhan saja aku tak sanggup”, hal ini selalu membayang difikiran uwais yang semakin hari semakin membuatnya bingung. Malam semakin larut uwais kembali kepada rutinitasnya menyelesaikan terbitan jurnal nasional yang akan di publish besok pagi, dengan lampu penerangan seadanya karena malam ini ada pemadaman listrik, membuat uwais harus bekerja dengan ekstra hati-hati, jangan sampai jurnal yang akan diterbitkan besok menjadi tidak maksimal.
 Uwais melihat daya laptopnya masih empat puluh persen, ini rasanya cukup untuk terbitan satu jurnal untuk esok hari. Sesekali uwais memalingkan wajahnya keluar jendela meski gelap yang terlihat tapi, sepertinya gelapnya malam tak mengalahkan hati uwais yang semakin mekar sejak kejadian tadi senja, hati yang membuat uwais semakin bingung dan tak tau harus berbuat apa dan bagaimana.
Malam semakin larut, hanya suara angin yang masih terdengar oleh uwais sesekali masih melintas mobil van putih lengkap dengan sirine kemilaunya, uwais masih belum menyelasikan jurnalnya, sepertinya kejadian tadi senja membuatnya hilang fokus dan efektifitasnya kerjanya seakan menurun.
Ketika hening mulai menyapa, dan uwais masih belum bisa menyelesaikan jurnalnya, dan ternyata memang tidak bisa diselesaikan akhirnya uwaispun menyerah ada apa ini..., kenapa dengan diri uwais, “aku sepertinya bukan seperti biasanya”. Uwais hanya bisa bertanya-tanya di dalam hatinya.
Adzan shubuh membangunkan tidur uwais, dengan cahaya laptop yang masih berkedip-kedip dan charger otomatis yang di pasangkan uwais, membuat uwais tersadar ternyata dia ketiduran diatas meja kerjanya dengan lampu penerangan yang masih menyala, uwais melihat keluar jendela lampu jalanan masih seperti biasanya, terang menyilaukan dan membekas cahaya di pelupuk mata uwais.
Dengan langkah gontai uwais membuka pintu keluar apartement, angin shubuh membuat uwais mendekapkan tangannya, memang sekarang adalah musim gugur udara dingin seakan menembus tulang jemari uwais, tapi hal ini tak menyurutkan langkahnya untuk tatap melangkah ke halaman masjid kota.
“Bang uwais”, suara dari balik tembok masjid mengejutkan uwais ketika akan melangkahkan kaki pulang ke apartement setelah menunaikan sholat shubuh, “bang uwais tinggal didekat sini ?”. Uwais masih belum sepenuhnya sadar dengan suara yang didengarnya, “ma’af siapa ya “, tanya uwais seolah tak mengenali wanita itu. “Ini saya bang...”?, “abang ingat mukena ini, coba lihat baik-baik bang...”. Uwais seolah tersadar dari lamunannya, uwais ingat mukena yang dikenakan wanita itu, tapi tak ingat sedikitpun wanita yang sedang berbicara didepannya.
“Ma’af bang kalau bang uwais masih belum ingat, yang jelas saya sangat senang bisa bertemu abang disini, saya juga tinggal didekat sini bang, memang saya tau susah bagi abang untuk mengingat saya, setelah kejadian itu”. Wanita itupun berlalu dengan kepala tertunduk dan sedikit terisak, uwais masih berdiri terpaku melihat wanita yang mengenakan mukena yang sangat dikenalinya pergi.
Uwais ingat mukena itu adalah hadiah ulang tahun yang dibelikannya untuk adik perempuan satu-satunya, ketika malam pulang dari berbelanja uwais yang menyetir mobil sambil bercanda dengan adik semata wayangnya harus mengalami benturan keras dari sebuah truk pos, yang hilang kendali karena menghindari sebuah van putih bersirine. Uwais tidak bisa mengingat sepenuhnya akan kejadian itu, bahkan untuk mengingat wajah adik semata wayangnya uwais harus dibantu dengan foto yang selalu terpajang didompetnya, walau sudah berkali-kali untuk mengingat wajah yang ada didalam foto tersebut uwais masih merasa tidak pernah mengenal wajah yang ada di dalam foto tersebut.
Jalanan sudah semakin ramai, lalu lalang para penuntut ilmu seakan berlomba dengan waktu menyusuri jalan menuju Universitas yang terletak ditengah peradaban kota, uwais kali ini menaiki sepeda tuanya untuk kembali ke kampus, udara pagi masih dirasakan uwais seakan membuat uwais terbang melintasi pepohonan disekitaran taman kota.
“Halo pak”, uwais melemparkan senyuman kepada penjaga gerbang kampus, sudah lama sekali uwais mengenal bapak ini rasanya. Bapak yang selalu tersenyum baik kepada semua mahasiswa yang ada atau juga kepada jajaran para petinggi kampus, bapak itu bernama Fateh, Abdullah Fateh nama lengkapnya.
Uwais ingat ketika tengah malam sewaktu uwais terjebak dengan lebatnya hujan badai yang menerjang kampus, uwais yang kedinginan terpaksa memutuskan untuk menginap di ruangan kerjanya sendirian, karena untuk berjalan kaki di tengah malam dengan hujan badai dan udara enam belas derjat celcius, sangat  tidak memungkinkan, pak Fateh dengan sigapnya segera menghampiri uwais yang kedinginan, karena diruangan itu cuman ada meja dan perkakas lainnya.
Bahkan pak fateh harus meminjam mobil tetangganya yang bekerja di perusahan listrik untuk menjemput uwais, entah siapa yang memberitahukan kepada pak fateh tentang hal yang dialami uwais, uwais malam itu terselamatkan untuk sampai di apartementnya dengan selamat.
Rhamadan pertengahan tahun, Muhammad Uwais Al Fatih itulah namanya, pemuda inspirasiku yang menjadi teladanku selama hidupnya, beliau sekarang telah tiada beliau mengehembuskan nafas terakhirnya waktu itu dirumah sakit kota, padahal tiada yang menyangka dan mengira beliau akan pergi secepat itu, tanpa ada sakit sedikitpun dan tanpa ada pertanda.
Hari ini aku kembali bercerita tentang dia kepada maryam, yang seolah tak kuasa menahan tangis karena mengingat sosok sang teladan uwais, aku tau maryam juga mempunyai rasa yang sama kepada uwais, aku tau semuanya setelah maryam mencurahkan semua perasaannya ketika uwais terbaring kaku dirumah sakit. Entah bagaimana yang dirasakan maryam, aku tak mengira sahabat sejatiku, tempat aku berkeluh kesah selama ini, dengan cepatnya berpulang kepangkuanNYA.
Suatu sore ketika aku dan uwais akan memberikan suatu materi pelajaran kepada para mahasiswa, kami berdua berboncengan dengan satu sepeda motor, hembusan angin  sore membuat uwais sepertinya ingin bercerita panjang lebar denganku, dia memulai pembicaraan dengan bertanya “kalau menurutmu, kalau kita menyukai seseorang boleh tidak” ?, pertanyaan ini membuatku sedikit tertegun, ini baru pertama kalinya beliau menanyakan hal seperti ini. “saya ga bisa jawab mas, kayaknya boleh-boleh aja... memangnya kenapa mas “? balasku kembali bertanya. Uwais hanya terdiam sebentar dan kembali bercerita, kali ini dia menceritakan perihal maryam, yang entah mengapa selalu muncul didalam fikirannya, entah karena maryam merupakan sosok wanita yang selama ini diidam-idamkannya aku juga tidak tahu yang jelas, aku baru mengetahui kalaulah ternyata beliau telah menaruh hati pada seseorang dan orang tersebut adalah maryam.
Memang maryam merupakan wanita idaman banyak pria, wanita sholeha, cantik, pintar, selalu terdepan dalam hal akademik dikelas, bahkan ketika mengikuti oliempiade biasanya aku sudah menyerah duluan karena sainganku untuk diutus keluar kampus adalah maryam. Maryam adalah teman satu angkatan denganku untuk studi magister, meski sholeha tapi dalam hal pergaulan maryam tidak kaku dan sedikit longgar, bahkan maryam tidak canggung untuk sekedar menyapa duluan ketika aku sedang bingung dikelas dengan tugas, paper dan hal lainnya. Aku selalu berprasangka baik, mungkin ini caranya agar bisa mengajak orang untuk bisa berada pada jalan kebaikan.
Rajab tahun lalu, Pada suatu masjid setelah melaksanakan sholat ashar, uwais kembali bercerita kepadaku bahwa adik perempuannya hari ini ulang tahun, dan hari ini juga dia ingin mengajak adiknya untuk berbelanja hadiah ualng tahun, dan hadiah utamanya adalah mukena, mesin mobil uwais mulai menyala dan sambil menunggu adik perempuannya keluar dari rumah, “udah siap dek “?, tanya uwais kepada adeknya yang sudah berada didalam mobil. “Insya Allah siap bang uwais, hati-hati ya bang nyetir mobilnya”. Uwaispun mengangguk sambil melaju dengan mobil mininya, uwais sangat bahagia hari ini karena ini kali pertamanya uwais bisa mengajak jalan-jalan adeknya dengan mobil, walaupun untuk kekampus uwais sering berjalan kaki karena apartement tempat uwais tinggal lumayan dekat, dan mobil selalu dipinjamkan untuk sepupu uwais yang serumah dengan adik perempuannya.
Ketika berada di pusat perbelanjaan di jantung kota, uwais mulai membeli semua yang disukai adeknya termasuk mukena abu-abu yang menjadi kado utama pemberian uwais, uwais sangat berharap kalau adeknya selalu memakai mukena itu untuk setiap sholatnya.
Tapi takdir medahului harapan uwais, sebelum menemui sholat pertamanya setelah mendapat mukena baru, mobil uwais terlibat kecelakan dengan sebuah truk pos berwarna orange, mobil uwais terbalik dan tak sanggup menahan benturan yang sangat keras dari truk yang berlapiskan baja, mobil uwais remuk seremuk hatinya yang hancur berderai ketika menyaksikan adik semata wayangnya harus bersimbahkan darah mendekap kado pemberiannya, uwais tak mampu berkata-kata, pandangan uwais gelap segelap harapannya yang telah sirna.
Kemilau cahaya lampu langit-langit rumah sakit mulai menyinari mata uwais, uwais tersadar dari tidur panjangnya, samar-samar uwais mencoba melihat tapi hanya bayangan samar-samar yang dilihatnya, dalam hati uwais hanya ada bayangan adiknya, uwais kembali menggigau dan menyebut nyebut nama adiknya tersebut, “mas, jangan bicara dulu... mas harus istirahat”, sebuah suara terdengar ditelinga uwais dan uwaispun kembali koma.
Aku ingat ketika saat itu, ketika uwais terbaring koma cukup lama seakan akan uwais tidak akan pernah bangun untuk selamanya, tapi kehendak sang pencipta uwais akhirnya tersadar dari komanya, dan hal pertama yang disebutnya adalah kembali nama adiknya.
Uwais mulai membuka mata, seakan uwais tidak sadar apa yang sedang terjadi pada dirinya, uwais sekarang hanya diam seribu bahasa, tak ada lagi nama itu, tak ada lagi nama yang selalu disebut-sebutnya ketika sedang mengalami koma, uwais mencoba untuk bangun, tapi tidak bisa tubuhnya belum sanggup untuk menopang keinginannya, maryam yang ketika itu berada disamping uwais, maryamlah yang saat itu pertama kali dilihatnya, dengan sedikit tergesa-gesa maryam berlari mencari dokter untuk memberitahu kalu uwais telah sadarkan diri, dalam hati uwais timbul sejuta pertanyaan, apa yang terjadi pada dirinya dan siapa wanita yang berada disampingnya.
Maryam nampak cemas dan sedikit lega setelah dokter memberitahukan bahwa uwais kondisinya sudah mulai membaik, maryam tau kalaulah bukan dirinya yang berada pada saat uwais tersadar tentu lain halnya.
Maryam Azzahra itulah nama lengkapnya aku kenal beliau dari Syifa Al Fatih, Syifa merupakan teman sekelasku dulu sewaktu berjuang untuk meraih gelar sarjana, syifa dan keluarganya sudah kuanggap seperti keluarga sendiri termasuk abangnya uwais, hampir setiap waktu aku menghabiskan waktu dengan abangnya syifa setelah ternyata beliau menjadi seniorku sewaktu mengambil magister disalah satu Universitas terkemuka di negara ini.
Maryam ternyata teman syifa semasa kecil di pelataran kota, tapi maryam harus pindah ketempat lain untuk mengikuti orangtuanya yang pindah kerja, hal ini yang mungkin membuat uwais tidak pernah mengenal maryam, karena uwais dulu tidak tinggal dengan keluarga, uwais telah terbiasa untuk madiri sejak lama.
 


  

Rabu, 31 Agustus 2016

Hujan rintikpun reda ... dalam desir angin yang dingin ini ku fokuskan fikiran pada tujuan hidupku,impian masa kecilku,masa depanku . Perkenalkan  namaku Mikail...hidup dengan keluarga yang sangat bahagia ,berkecukupan dengan segala apa yang aku butuhkan, Ibu  sosok yang sangat penyayang dan pengertian tapi  selalu tegas dalam setiap keputusannya, Papa adalah sosok yang bersahabat penuh dengan canda tawa dan selalu menghibur disaat hati ini sedang gundah, dua orang abangku yang selalu jadi penuntunku di waktu itu.
Mataharipun mulai terbit.... aku bangun kesiangan , semua ku lihat sedang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing ,hanya aku yang baru terbangun dari mimpi tak jelasku semalam, akupun menampakkan muka berantakanku ke luar jendela, sang mentaripun terlihat mengejekku dengan kemilau  sinarnya, menyinari rambutku yang berantakan .Pagi indah ... gumamku, beranjak dari depan jendela akupun lansung merasakan sejuknya air di wajahku,dengan sedikit sentuhan dingin ini aku siap menyambut dunia untuk hari ini,oke , ayo cari costum yang biasanya, costum kemeja putih dengan celana panjang merah dan sepatu hitam mengkilat...ya... benar, aku baru kelas 6 SD. Selesai dengan style biasanya akupun berpamitan pada kedua orang tuaku dan lansung menyusuri jalan,suara kendaraan sudah ramai kudengar...kehidupan sudah dimulai rupanya, gumamku.
Bel tanda masukpun menusuk telingaku, wah... jangan sampai telat. Langkah ini kupercepat...........
Psst... suara ini begitu jelas  terdengar...akupun terbangun, ternyata aku tertidur dikelas, dan aku bermimpi tentang  kejadian kemaren, yah... kemaren aku kena hukuman karena terlambat kesekolah , pertama kalinya aku dipermalukan didepan kelas, haah... fikiran ini ada ada saja kejadian yang sudah berlalu masih di ungkit-ungkit juga J.
Pelajaran hari ini matematika, pelajaran yang sangat menghantui bagiku, walaupun aku seorang yang di unggulkan di kelas,dengan perolehan ranking 1 sejak kelas 1 SD ...tapi kalo soal hitung menghitung aku lemah...walau bagaimanapun kupaksakan hati ini untuk menerima dengan ikhlas pelajaran ini tetap saja ..BOSAN... L
Rumah.... disini rasanya lebih baik, ada semua rasa yang aku inginkan, nonton film sesukaku, bermalas-malasan , maen game, dari pada sekolah... harus bangun pagi , udara dingin, mata ngantuk, dan akhirnya kena hukuman karena telat datang kesekolah.Tapi dalam sisi lain keinginan hati ini selalu bergejolak, aku ingin merubah dunia ,aku ingin bangsa ini menjadi bangsa yang maju , bukan bangsa yang selalu di pandang sebelah mata , keyakinan ini selalu ditanamkan oleh papa sang panutan sekaligus sahabatku.



SATU TAHUN berlalu... tak terasa sekarang aku sudah menginjakkan kaki di bangku smp, mm... lega rasanya bisa melewati ujian nasional yang selalu jadi momok menakutkan bagi kami sewaktu di bangku SD dulu...
Bo’i.... bangun... ini suara yang khas yang kudengar setiap pagi, yah... suara ibu tersayang, ya bu... udah bangun kok .. sahutku, kalo udah bangun itu jangan di tempat tidur terus...


BERSAMBUNG
Mengundi Nasib IbuKota
2 Mei 2016
Pesawat hari ini berangkatnya pukul 07.30 Wib, setelah meminta untuk diantarkan kepada seorang teman ke bandara aku diantarkan abang sampai ke halte dekat kampus, halte yang selalu menjadi saksi bisu kami sebagai mahasiswa berebut antrean untuk menaiki bus kampus yang mengantarkan kami untuk menimba ilmu di Universitas tercinta.
            Ketka aku sampai di halte kampus, ternyata temanku tersebut telah menunggu dengan motor bebeknya, memakai jaket coklat yang nampak sesuai dengan warna kulitnya yang juga kecoklatan. “ayuk kita berangkat, sapaku kepada beliau dengan tersenyum”. Beliaupun menjawab dengan ramah “ayuk bro, Insya Allah kita akan sampai dibandara tepat pada waktunya”.
            Motor kami melaju dengan kecepatan sedang, udara dingin setelah shubuh masih terasa diwajah masih pukul 06.00 Wib disini, sekilas kuperhatikan susunan perbukitan yang menjaga kota Padang terasa sangat indah sekali, jalanan masih sepi hanya ada beberapa kendaraan yang melaju yang sepertinya juga ingin pergi kebandara menemani kami. Ditengah perjalanan kusempatkan bertanya kepada temanku yang sedang membawa motor ini tentang bagaimana caranya untuk bepergian dengan pesawat terbang karena aku belum pernah sekalipun bepergian dengan pesawat terbang.
            Beliaupun memaparkan pertama kita harus check in atau menukarkan kode booking yang telah dibeli di aplikasi online, sebelumnya kita akan melewati security check dan kita akan diminta untuk melepaskan ikat pinggang, setelah itu kita akan menitipkan tas untuk diletaan dibagasi pesawat, dan kita lanjut untuk boarding pas dan kita diharuskan untuk menunggu diruang tunggu dan untuk sampai keruang tunggu kita akan melewati securty check satu kali lagi, dan sampailah kita di gerbang ruang tunggu kita harus perhatikan gate tempat kita untuk ke ruang tunggu, dan setelah kita sampai diruang tunggu kita tinggal menunggu panggilan untuk diberangktkan dengan pesawat.
            Sekitar pukul 06.30 wib kamipun sampai di Bandara International Minangkabau, kamipun segera pergi kedekat gerbang masuk keberangkatan, hari ini aku pergi janjian dengan seorang teman, selagi menunggu beliau aku menyempatkan untuk memotret indahnya mentari pagi yang mulai muncul dari balik perbukitan, indah sekali rasanya kota kecil ini rasanya berat untuk meninggalkannya, meninggalkan sahabat-sahabat tercinta, dan orang-orang baik yang selama ini kukenal, yang selama ini selalu memberikan kebahagiaan, senyuman dan tawa bersama, tapi disisi lain aku juga merasa bosan dengan lingkungan yang itu-itu saja tidak ada perubahan dan mimpi ingin segera menjemput masa depan yang selalu kutanamkan didalam diri.
            Setelah menunggu cukup lama, akhirnya teman yang ditunggupun datang, beliau segera mengajak untuk segera chek in dan boarding pas, aku segera berjalan menyusuri lorong bandara dengan mamakai sendal, celana loreng lapangan, dan baju kaos oblong serta tas kuliah bewarna biru hasil dari proyek penelitianku kemarin, untuk pertama kalinya akau kesini dan untuk pertama kalinya aku akan segera menaiki pesawat terbang.
            Sesampai didalam ruangan tunggu segera terlihat beberapa pesawat besar berlalau lalang, masya Allah indah sekali kendaraan besar ini, sempat terlintas difikiran hanya seperti inti saja sudah membuat aku tekagum-kagum bagaimana dengan kebesaran Allah SWT, yang meliputi bumi dan langit. Ketika sampai dikursi pesawat aku tidak mendapatkan kursi didekat jendela, agak sedikit kecewa juga padahal aku ingin melihat keluar jendela karena baru pertama kalinya untuk menaiki pesawat ini. Mesin pesawatpun mulai menyala dan mulai lepas landas sekilas dari jendela terlihat bagaimana kota padang yang cantik dengan bangunan-bangunan kecilnya dan samakin lama kelihatan semakin kecil. Terlihat juga gunung Marapi yang menjadi tempat favoriteku saat mengisi liburan kuliah, indah sekali ternyata seindah bola mata pendamping hidupku nanti Insya Allah, walaupun aku sendiri belum tau siapa dia. J
            Sedikit berbicara tentang pendamping hidup, sampai detik aku menuliskan kisah ini, aku belum berani untuk menetapkan siapa yang akan menjadi pendamping hidupku nantinya, lancang sekali rasanya aku melangkahi ketetapan yang telah dituliskan indah oleh Allah SWT didalam kitab Lauh Mahfuznya, karena aku menyadari Allah tau yang terbaik untuk kita, sedangkan kita sok tau terhadap apa yang terbaik untuk kita, yang perlu dilakukan sekarang adalah semakin memperbaiki diri dan semakin mendekatkan diri kepadaNYA, tidak ada yang lebih indah dan menenangkan selain mendekatkan diri kepadanya.
            Pesawat mulai bergemuruh menabrak awan dingin, terasa goncangannya cukup membuat kursi tempat duduk bergetar kembali, setelah beberapa lama ternyata ada kursi kosong didekat jendela dan tanpa pikir panjang aku segera mengisinya. Ketika kulayangkan pandangan kebawah masya Allah, ternyata luas sekali bumi Allah ini walaupun aku sudah berada didalam pesawat dan berada pada ketinggian yang sangat tinggi ternyata pulau Sumatera masih kelihatan begitu luasnya, sampai-sampai unjung timurnyapun tidak kelihatan.
            Dari balik jendela ini aku mulai melihat betapa indahnya jajaran hutan pulau Sumatera itu, dengan dihiasi oelh bukit barisannya dan setelah sekian lama pesawat mengudara mulai tidak terlihat lagi perbukitan dan mulai terlihat dataran yang landai sekali datar dan sepertinya ini adalah perkebunan sawit, perkebunan tepat aku dulu melakukan penelitian dengan dosen tercinta dengan sahabat-sahabat tercinta, melakukan perjalanan kedalam hutan dengan berbekal semangat dan keberanian untuk sekedar mendapatkan foto satwa-satwa yang berada disana, ah... alangkah indahnya masa-masa itu.
            Setelah satu jam mengudara, pantai selatan pulau sumaterapun mulai kelihatan ujung pantai yang meruncing yang kelihatan dari peta seperti jarum-jarum, aku melihatnya sendiri dengan mata kepala sendiri terlihat ombak saling kejar-mengejar menuju pantai tepian selatan pesisir sumatera, masih terlihat alami disekitaran pantai Sumatera belum terlihat ada aktivitas manusia disini, dan terlihat pohon kelapa dan hutan bakau saling berbagi keindahan.

             
BERSAMBUNG 
Bismillahirrahmanirrohim....
Minggu, 22 Mei 2016 Kota Depok
Dua puluh satu hari aku berada dikota ini dengan berbagai macam perasaan, perasaan yang entah kenapa selalu saja mengikuti kemanapun aku melangkahkan kaki di kota ini, entah itu hujan yang datang dengan hawa sejuknya, tapi aku tetap saja merasakan sesak, sesak di ujung hati yang aku tak tahu apa yang menjadi penyebabnya.
            Dengan sedikit menerka-nerka aku mulai tau, ini adalah perkara rindu. Sejak pertama kali kakiku menapakkan dirinya ditanah Jawa ini, rasanya perasaan kehilangan lansung menyelimutiku, terbayang bahwa ternyata disini aku sendirian tidak ada yang kukenal disini, tak ada canda tawa yang khas yang aku rasakan disini, karena ini berbeda, dengan budaya yang berbeda, dengan dialeg yang berbeda, dan dengan suasana yang berbeda, terselip pertanyaan dihatiku apakah aku akan sanggup bertahan dikota ini, sendiri tanpa siapapun.
            Aku ingat ketika pesawat yang aku tumpangi akan segera mendaratkan dirinya di pulau berjuta penghuni ini, aku sedikit memandangkan mata kearah pusat peradaban dan ternyata yang terlihat hanya susunan keangkuhan kota dengan beton-beton dan baja, aku tak melihat sedikitpun ada alam disini, aku tak melihat sedikitpun ada kehidupan disini, aku mulai berpikir, oh.. Tuhan ternyata aku telah kehilangan hidupku.
            Deretan hunian mewah berjajar dengan rapi, tapi ini tak sedikitpun membuat hatiku bahagia, gedung-gedung tinggi mulai terlihat walau ku akui gedungnya tak setinggi yang terdapat dinegara-negara maju, rasanya belum pantas dilabeli dengan pencakar langit karena masih jauh dari standar gedung tunggi pada negara maju.
            Jujur yang katanya negri ini penuh dengan kemajuan teknologi dan modernitas, tapi bagiku ini terlihat hanya biasa saja tidak ada wahnya, karena yang kulihat disini sangat jauh dari kesadaran akan kemajuan yang sebenarnya, jauh didalam hati aku bergumam, bukankah peradaban yang paling maju didunia saat inipun belum bisa menyamai satu titik saja peradaban di akherat kelak, logikanya saja berfikirlah tentang bumi kita yang katanya tempat yang kita tinggali dan disanalah terdapat peradaban paling maju didunia, tapi apalah daya bumi kita dibanding kan dengan planet tetangga Mars, ya planet kembaran dari bumi kita yang kita banggakan ini telah menjadi bukti betapa bodohnya kita masih berbangga dengan Bumi kita yang sempit ini.
            Pukul 05.37 Wib, matahari mulai menyinsing tinggi, cahayanya mulai kelihatan menguning dilangit timur, menggantikan lelahnya rembulan yang semalaman suntuk menjaga cahaya untuk peradaban manusia, matahari ini yang akan menjadi saksi akan perjuanganku ditanah Jawa, tanah tempat tinggalnya para pejuang-pejuang peradaban. Meski pertama kalinya aku menginjakan kaki disini tapi aku telah merasakan hawa perjuangan dengan sepenuh hati.
            Pagi itu aku memberanikan diri melangkahkan kaki menyapa dunia dengan berbekal niat dihati, nampak didepan gerbang stasiun masih sepi belum ada orang hanya beberapa petugas keamanan yang sibuk berbincang satu sama lain, aku melangkah kedalam dan menyodorkan uang untuk sejenak ditukarkan dengan tiket perjalanan, kali ini aku memilih Kota Bogor menjadi tujuan, lima menit berlalu kereta tak kunjung datang aku masih duduk dikursi tunggu dengan sedikit lamunan dan memperhatikan sekitar, tanda-tanda kehidupan sudah mulai bermunculan, sepertinya para penghuni disini telah siap beraktifitas dengan kemauan masing-masing.
            Dari kejauhan terdengar suara kereta semakin mendekat, dan dijendela depan ada tulisan besar tergantung “BOGOR”, sepertinya inilah kereta yang aku tunggu-tunggu, pintu kereta perlahan mulai terbuka sepertinya inilah perkenalan pertamanya yang ramah denganku, aku mengarahkan pandangan sejenak kesekitar ternyata masih banyak kursi kosong, kursi paling ujung rasanya tepat untuk diduduki, perlahan kereta mulai berjalan, dalam lamunan aku masih berfikir apa yang akan aku kerjakan disini nanti, apakah ikut-ikutan dengan para pengejar dunia bersaing dalam segala cara demi sedikit uang, atau malah berburu beasiswa dengan sedikit kemampuan.
            Satu hal yang aku sadari disini, ternyata kehidupanku jauh-jauh lebih baik dari kebanyakan orang disini, angkuhnya kota tak sebanding dengan perlakuannya terhadap penghuninya, sekilas aku tau perasaan yang muncul dari raut wajah seorang pengamen jalanan, yang telah mengajariya betapa susahnya menjadi budak keangkuhan kota, yang tak sedikitpun berbaik hati kepadanya.
            Aku tau betapa tersiksanya seorang wanita yang dengan susahnya menjadi pengikut kemajuan zaman, dia seperti bingung dan tak puas dengan penampilannya yang sepertinya belum bisa mengikuti perkembangan terkini, aku jadi teringat dengan kawan-kawan hebat yang aku tinggalkan, betapa hidupnya penuh dengan ketenangan tanpa ada rasa takut sedikitpun terhadap dunia, hidupnya penuh dengan senyum bahagia meski lelahnya tak terkira, semua...semua yang mengajarkanku bagaimana bersikap terhadap dunia, mungkin kalau bukan karena mereka sahabat-sahabat tangguh, entah seperti apa rupaku, yang mengemis-ngemis tersiksa dan terikat sengsara, dengan rasa ingin seperti yang lainnya mengikuti angkuhnya dunia.
           
           

                         BERSAMBUNG

Senin, 30 Mei 2016

(Judulnya Asal Tulis : Maklum Belajar)
Lagi sedikit cerita digerbang masjid kota.
Malam ini langit terlihat cerah sekali, kembali menapaki jalanan yang sama setelah menunaikan sholat Isya, saya bermaksud sedikit menikmati perjalanan malam dengan berjalan kaki, tujuannya sih sekedar untuk melepaskan rasa bosan karena berlama-lama didalam ruangan.
Paling tidak dari gerbang masjid sampai ke jembatan penyeberangan sudah cukup untuk membuat tubuh terasa rileks, tapi sebelum sampai di jalan raya, “Asslamualaikum” tiba-tiba saja seorang pria paruh baya menyapa saya dengan sedikit tergesa-gesa, “Wa’alaikumsalam” karena tidak kenal, sayapun menjawab salamnya dengan tersenyum dan sedikit melangkah kearah pria tersebut.
 “mas boleh bicara sebentar” ?, sambil menatap ramah kepada saya dia mulai mengeluarkan kata-kata lagi “kalau mas ga keberatan boleh saya minta tolong mas” ?, pinta si bapak dengan nada sedikit melemah kepada saya, ini saya mau pulang ke Yokyakarta, tapi saya lagi kena musibah uang saya hilang mas, kalau mas mau bantu, saya mau barter barang dan saya lagi butuh uang mas buat pulang ke Yokyakarta”. Sambil keheranan saya hanya diam terpana karena masih belum fokus.
                “Mas sudah kerja atau masih mahasiswa” ?, tanya si bapak kembali mencoba meyakinkan saya, sambil tersenyum saya jawab “engga dua-duanya pak, baru selesai kuliah tapi, juga belum dapat kerja “, jawab saya kepada sibapak, dan sambil memperhatikan beberapa barang yang ditawarkan sibapak, saya pun balik bertanya “kalau boleh tau bapak butuh uang berapa” ?.
Ini mas terserah saja, kalau mas tidak keberatan saya mau kasih 2 flash disk 4 GB, ada pena juga, sama buku agenda dari Chevron, ada Report Indonesia juga didalamnya ada materi ekonomi, energi, industri dan yang lainnya mas, kebetulan saya habis dari suatu acara mas dan juga beli sovenir oleh-oleh untuk teman saya, tapi berhubung saya kena musibah saya kasih sama mas saja deh.
Tanpa pikir panjang, saya lansung menimpali “ya udah pak, Insya Allah Ikhlas”, (didalam hati saya mulai berfikir, sepertinya saya bukan orang pertama yang ditawarkan untuk menolong beliau, karena ada beberapa orang yang memperhatikan kami), saya bantu sambil memberikan beberapa uang, yang sepertinya tidak seberapa. Sibapak pun terlihat sedikit lega “Alhamdulillah terimakasih banyak mas, tadinya saya bingung bagaimana mau pulang ke Yokyakarta.  
“saya boleh minta nomor hpnya mas, tapi berhubung hp saya ketinggalan di stasiun dicatet disini aja deh mas”, sibapak mengeluarkan kertas kecil dari dalam tasnya dan sayapun mulai menuliskan no handphone , oke ini pak. “Baik mas maturnuwun”, sibapak berkali-kali mengucapkan kata ini , yang saya tau artinya terimakasih kalau saya tidak salah, oke hati-hati dijalan pak, sibapak kembali mengucapkan terimakasih, “semoga dibalas Allah SWT mas, semoga segera dapat kerja, Insya Allah kalau ada informasi positif secepatnya saya kasih tau mas”, “Aamiin pak, terimakasih banyak atas do’anya, mudah-mudahan dikabulkan oleh Allah SWT” dan sibapak pun berlalu.
Selang berapa lama sambil memegang barang yang dikasihkan sibapak, seorang pria mulai mendekati saya dan menyapa “itu tadi ngapain mas, jualan yah” ? beliau bertanya kepada saya, sambil tersenyum saya jawab “enggak pak”. “oh , saya kirain jualan, banyak banget barangnya”, pria itu menimpali sambil berjalan dihadapan saya, sepertinya pria ini baru pulang kerja dengan tas punggung coklat ditangannya, “eh Madrid semalem menang ya, “ pria itu mulai menyapa lagi, sedikit berpikir saya kembali menjawab “iya, madrid kan memang hebat pak,” saya pun mulai berfikir kok jadi membicarakan Real Madrid, sambil menolehkan pandangan ke bawah, sayapun baru sadar kalau saya lagi memakai Jersey El Real, “Saya dapat 5 JUTA semalem, lumayan buat buka puasa” sibapak sambil berlalu kembali berbicara, saya hanya keheranan sambil sesekali tersenyum kecewa dan sibapakpun berlalu.

Lagi Bersambung...   
Lagi sedikit cerita digerbang masjid kota.
Asslamualaikum “mas boleh bicara sebentar” ?, tiba-tiba saja seorang pria paruh baya menyapa saya dengan sedikit tergesa-gesa, sambil menatap ramah kepada saya di mulai mengeluarkan kata-kata lagi “kalau mas ga keberatan boleh saya minta tolong mas” ?, pinta si bapak dengan nada sedikit melemah kepada saya, ini saya mau pulang ke Yokyakarta, tapi saya lagi kena musibah uang saya hilang mas, kalau mas mau bantu, saya mau barter barang dan saya lagi butuh uang mas buat pulang ke Yokyakarta”. Sambil keheranan saya hanya diam terpana karena masih belum fokus.
                “Mas sudah kerja atau masih mahasiswa” ?, tanya si bapak kembali mencoba meyakinkan saya, sambil tersenyum saya jawab “engga dua-duanya pak, baru selesai kuliah tapi, juga belum dapat kerja “, jawab saya kepada sibapak, dan sambil memperhatikan beberapa barang yang ditawarkan sibapak, saya pun balik bertanya “kalau boleh tau bapak butuh uang berapa” ?.
Ini mas terserah saja, kalau mas tidak keberatan saya mau kasih 2 flash disk 4 GB, ada pena juga, sama buku agenda dari Chevron, ada Report Indonesia juga didalamnya ada materi ekonomi, energi, industri dan yang lainnya mas, kebetulan saya habis dari suatu acara mas dan juga beli sovenir oleh-oleh untuk teman saya, tapi berhubung saya kena musibah saya kasih sama mas saja deh.
Tanpa pikir panjang, saya lansung menimpali “ya udah pak, Insya Allah Ikhlas”, (didalam hati saya mulai berfikir, sepertinya saya bukan orang pertama yang ditawarkan untuk menolong beliau, karena ada beberapa orang yang memperhatikan kami), saya bantu sambil memberikan beberapa uang, yang sepertinya tidak seberapa. Sibapak pun terlihat sedikit lega “Alhamdulillah terimakasih banyak mas, tadinya saya bingung bagaimana mau pulang ke Yokya.  
“Kalau boleh mas, bisa saya minta nomor hpnya, tapi berhubung hp saya ketinggalan di stasiun dicatet disini aja mas”, sibapak mengeluarkan kertas kecil dari dalam tasnya dan sayapun mulai menuliskan no handphone , oke ini pak. “Baik mas maturnuwun”, sibapak berkali-kali mengucapkan kata ini , yang saya tau artinya terimakasih kalau saya tidak salah, oke hati-hati dijalan pak, sibapak kembali mengucapkan terimakasih, “semoga dibalas Allah SWT mas, semoga segera dapat kerja, Insya Allah kalau ada informasi positif secepatnya saya kasih tau mas” dan sibapak pun berlalu.

Selang berapa lama sambil memegang barang yang dikasihkan sibapak, seorang pria mulai mendekati saya dan menyapa “itu tadi ngapain mas, jualan yah” ? beliau bertanya kepada saya, sambil tersenyum saya jawab “enggak pak”. “oh , saya kirain jualan, banyak banget barangnya”, pria itu menimpali sambil berjalan dihadapan saya, sepertinya pria ini baru pulang kerja dengan tas punggung coklat ditangannya, “eh Madrid semalem menang ya, “ pria itu mulai menyapa lagi, sedikit berpikir saya kembali menjawab “iya, madrid kan memang hebat,” saya pun mulai berfikir kok jadi membicarakan Real Madrid, sambil menolehkan pandangan ke bawah, sayapun bary sadar kalau saya lagi memakai Jersey El Real, “Saya dapat 5 JUTA semalem, lumayan buat buka puasa” sibapak sambil berlalu kembali berbicara, saya hanya diam berdiri ditempat dan sibapakpun berlalu. 
Lagi bersambung